Akhir-akhir ini, saya sering pergi ke pasar. Istri jadi supplier masakan ke rumah makan milik mertua. Kesibukan rumah jadi bertambah yaitu memasak. Sebelumnya hanya rental mainan saja. Wah, saya yang kebagian belanja ke pasar. Rasanya senang sekali.
Saya suka keramaian pasar dan aneka ragam dagangan lengkap keriuhan jual beli. Pasar dimana penjual dan pembeli berinteraksi. Pasar adalah rendezvous bagi manusia. Sebagian besar adalah kalangan menengah ke bawah. Disanalah orang mengais rezeki untuk sesuap nasi.
Saya suka ke pasar tradisonal karena bisa membeli sesuatu yang tidak ada di pasar modern. Misal : Gudangan beras merah, jenang sumsum, jenang grendul atau berbagai jenis umbi-umbian seperti: talas, uwi dan gembili.
Saya paling suka beli jajanan pasar, missal : klepon, getuk, kue lopis, onde-onde, ketan, wajik dan risoles atau berbagai macam jenang atau bubur. Rasanya Mak Nyuss dan harga yang terjangkau. Kalau cari yang lebih berat ada Nasi Liwet , Gudangan Beras Merah dan Pecel Gendar.
Saya suka interaksi dengan pedagang. Mereka lebih lugas dalam ngobrol. Kalau tawar-menawar, hhmmmm…!!!! Saya tidak jago. Saya tanpa menawar saja. Apabila membawa uang 50 rb sudah bisa berbagai macam sayuran, jajanan dan daging ayam. Bayangkan bagi ibu-ibu yang jago menawar.
Mereka dalam rantai distribusi adalah bagian yang lemah, setingkat dengan petani. Karena rantai distribusi yang panjang maka harga sudah tinggi sampai di tangan mereka. Para tengkulak yang seenaknya mempermainkan harga. Padahal sudah ada harga pasar. Apa ya tega saya menawar? Hehehehe….!!!
Pasar Tradisional memiliki segmen berbeda dengan pasar modern. Kalangan menengah ke atas tentu mempunyai pilihan lebih banyak yaitu pasar modern. Karena lebih bersih dan teratur. Meskipun ada yang suka ke pasar tradisional dari kalangan mereka. Pasar tradisional segmennya sudah jelas baik dari segi penjual dan pembeli yang sama-sama lemah.
Pasar Modern memiliki keunggulan mulai dari kebersihan, kenyamanan dan kelengkapan. Harga yang pas dan tidak bisa ditawar. Kualitas barang yang terstandarisasi. Durasi pasar modern juga lebih panjang. Bandingkan dengan pasar tradisional di siang dan sore hari jadi sudah sepi dari pembeli dan penjual.
Modal adalah kuasa terbesar dari pasar modern. Mereka mempunyai modal besar. Kuasa akan modal menyebabkan mereka bisa saja memotong rantai distribusi. Mereka mampu membeli dalam jumlah besar maka dapat menekan harga. Pedagang kecil “terancam” sebagai korban rantai distribusi.
Jangan heran, Pasar tradisional semakin terengah-engah menghadapi pasar modern. Ada yang bilang begini, “beli di swalayan sana aja, harganya juga murah, bersih dan nggak perlu nawar lagi”. Kalau harga di pasar modern sudah lebih murah daripada pasar tradisional. Added Value apa yang dapat diberikan oleh pasar tradisional?
Apabila pasar tradisional hidup maka lebih banyak orang yang diuntungkan. Mereka adalah kumpulan ratusan bahkan ribuan pedagang. Pasar Tradisional hidup maka akan menghidupkan perekonomian masyarakat. Social Effect juga lebih besar.
Pasar Modern yang berkembang maka perekonomian maka ditopang hanya oleh segelintir manusia. Apabila segelintir manusia tersebut limbung maka semua ikut pusing. Ibaratnya adalah kekuatan segerombolan gajah dibandingkan dengan ribuan bahkan jutaan semut.
Pemerintah harus membantu mereka dan mutlak dilakukan. Perlindungan dan pembinaan harus dilakukan. Mereka harus diproteksi dari para tengkulak namun juga harus dibimbing menjadi mandiri. Kalau tidak, maka jangan harap kesejahteraan melanda negeri kita.
Ada yang bilang, Pasar tempat berkumpulnya syetan . Kita sering temui pencuri, pencopet, pembual dan penipu ada disana. Namun, Pintu rezeki yang paling banyak berasal dari berdagang. Malaikat mungkin sedang mendoakan para pedagang di pasar.
Hehehehe…!!!! Pasar adalah dimana semua berkumpul disana. Malaikat, syetan, orang alim, penipu dan pencuri semua berkumpul, bersedih dan bergembira di pasar. Makanya, saya suka ke pasar. Hahahahahaha….!!!!!
Leave a comment