Saya mengantar adik untuk wisuda S1 di UNS Solo kemarin pagi. Kebetulan, saya juga alumni dari sana. So, kami berdua memliki almamater yang sama. Saya masuk ke lingkungan kampus, jadi teringat masa kuliah dulu. Ada cerita senang dan ada cerita sedih. Cerita yang paling berkesan yaitu cerita NASAKOM.
NASAKOM ini tidak ada hubungannya dengan sejarah era 1960-an. Apalagi dengan idiologi dari sebuah partai. NASAKOM yang ini kepanjangan dari NAsib SAtu KOMa. Satu Koma adalah nilai IPK dari perkuliahan. Kalau mendapat IPK NASAKOM maka sedang kena Musibah. Hehehehehe….!!!
Saya sewaktu kuliah pernah mendapat nilai IPK NASAKOM dan bahkan dua kali. Hehehehe…!!!!! Mata kuliah banyak tidak lulus, deretan nilai D dan E.. Lebih jauh, Kelulusan tertunda. Belum ada sistem Remediasi. Saya harus mengulang kuliah di tahun depan. Kuliah jadi lebih lama lagi.
Sedih ? ya pasti lah. Kalau senang itu nggak normal. Masalah nggak akan selesai kalau cuma ditangisi. Saya punya tempat untuk menyendiri sewaktu sedih yaitu PERPUSTAKAAN. Saya bisa mengalihkan perhatian saya ke hal-hal di luar dunia perkuliahan.
Saya mulai mengenal Novel, Majalah Swa dan Majalah Warta Ekonomi disana. Baca di tempat lebih menyenangkan daripada buku di bawa pulang. Tempat favorit di bagian majalah. Kita bisa membaca majalah yang tidak akan mungkin saya beli. Pokoknya seru deh. Hehehehe…!!!!
Kalau sudah lega. Saya kembali ke dunia nyata yaitu perkuliahan. Perpustakaan seperti alat untuk mengalihkan perhatian. NASAKOM tidak akan selesai kalau tidak dihadapi. Kita perlu break sebentar terus kembali ke dunia nyata. WELCOME TO THE REAL LIFE. Hehehehe…!!!!
Pengalaman NASAKOM sangat berharga. Bukan rintangan yang jadi masalah namun respon terhadap rintangan itu yang jadi masalah. Akhirnya, lulus juga . hehehehe….!!!!! Lulus dengan nilai dua koma sekian mendekati tiga. Hahahaha….!!!! Saat itu nilai segitu sudah bisa buat melamar kerja. Kalau sekarang, xixixixixi……!!!!!, habislah aku.
Saya jadi tahu bahwa mencari rezeki itu bisa berbagai cara asal halal. Saya dan istri merintis usaha bersama. Ternyata juga bisa. Saya tetap jadi pegawai kecil di perusahaan lokalan saja sembari membesarkan usaha bersama istri.
realistis saja, hehehehe…!!!! Saya nyari jalan yang lebih logis dan rasional. Karena menilik IPK saya. Hahahahahaha…!!!!! Saya harus putar otak. Saya bisa berkembang tanpa mengandalkan IPK. Nah, ini manfaat sering mendatangi Perpustakaan. Wawasan jadi terbuka.
Eh,Istri yang mempunyai IPK lebih dari tiga koma malah keluar dari PNS. Dia yang fokus mengembangkan usaha day by day. Dia ingin mengembangkan usaha sembari menemai anak. Apalagi sesuai dengan Passion-nya. Katanya, enak di rumah daripada di kantor. Toh, juga dapat rezeki. Hehehehe..!!!
Hahahaha…!!!! Akhirnya kami berdua tidak mengandalkan ijazah S1. Lha wong saya kerja yang diakui ijazah SMA. Jiahahahahaha…!!!! Istri saya yang lulus S2 juga “mengandangkan” ijazah.Tukang Rental tidak butuh ijazah S2.
NASAKOM membuat saya belajar survive sampai saat ini. NASAKOM menjadi milestone perubahan sikap atau respon terhadap problematika kehidupan. Ada berbagai jalan menuju Roma. Pokoknya hajar saja dan maju terus. Hehehehe…!!!!
Fotonya dari sini
Bukan rintangan yang jadi masalah
namun respon terhadap rintangan yang jadi masalah.
saya juga bercita-cita jadi penulis dan bisa bikin buku.amin
LikeLike
Amin, semoga dikabulkan
LikeLike
Nah bener itu. Ijazah kan cuma formalitas. Banyak koq yang ijazahnya banyak dan dengan nilai-nilai bagus tapi tetep aja nggak bisa kerja
LikeLiked by 1 person
Iya pak, diatas kertas dan di dunia nyata seringkali beda
LikeLike
hihihi… nasib kita sama, lulus ip nggak sampai 3, susah bener cari beasiswa buat lanjut sekolah lagi.
LikeLiked by 1 person
hehehehe…!!!! Tos dulu ah 🙂
LikeLike
Haha..saya juga pernah dapat nasakom, semester dua. Kuliah jaman dulu dapat E, ya, ngulang lagi, gak kayak saat ini yang begitu memudahkan. Saya pun juga punya ipk 2.53. Hidup gak melulu tergantung ipk. Waktu awal diterima kerja gaji saya juga setara orang lulusan sma, haha… Tapi tetap disyukuri.
Wah, salut sama istri njenengan yang berani keluar pns dan jadi wirausaha. Selamat, semoga sukses.
LikeLiked by 1 person
Iya, anak sekarang cukup remediasi saja. Hehehehe..!!! Kurang mantep. Terimakasih, yang penting sesuai kata hati. Begitu ceritanya. 🙂
LikeLike
Alhamdulillah nggak pernah merasakan mendapat NASAKOM. Paling rendah cuma 2,17 (klo ga salah) dan nilai D terpajang di transkrip akhir sebagai kenang-kenangan kalau kuliah itu susah, hahaha.
Klo menurut saya sih kuliah itu pada akhirnya lebih menekankan ke gelar akademis saja, dan juga pola pikir yang lebih terstruktur. Yang ada saat ini orang-orang dituntut memiiki kemampuan lebih (praktis) dan itu jarang dijumpai pada fresh graduate karena umumnya mereka hanya matang di teori.
LikeLiked by 1 person
Pola pikir terstruktur. Itu nilai lebih sarjana . Seharusnya. Thanks 🙂
LikeLike
Well done
LikeLiked by 1 person
Semsester ganjil ino gue pertama kalinya dapat ip NASAKOM mas wkwkwkwkwk. Rasanya rada pengen sedih apa ketawa jadi bingung. Thanks buat cerita dan pengalamannya mas. Semoga semakin sukses ke depannya !
LikeLiked by 1 person
semangat dan pantang mundur. Pokoknya jangan menyerah 🙂
LikeLike