Acceptance

 

Saya berdiskusi dengan dua orang hebat. Mereka adalah Pak Maman . Sehebat apakah beliau? Beliau adalah guru TK yang mempunyai dedikasi dan loyalitas tinggi terhadap profesi. Beliau sangat menikmati setiap proses dalam menjalani profesi sebagai guru TK. Pendidikan beliau bukan sarjana tetapi kecintaan beliau terhadap dunia anak menjadikan dia layaknya seorang sarjana.

Saya meminta tolong kepada beliau tersebut untuk memberi pembekalan ke guru-guru TK di sebuah kecamatan yang ada di kota Solo. Guru-guru yang mengajar di TK-TK pinggiran dengan bayaran yang tidak akan mencukupi biaya hidup sebulan. Mereka meskipun berkekurangan tapi mempunyai semangat belajar yang tinggi.

Para Guru TK ini membutuhkan sekedar dari pemberian uang. Mereka membutuhkan asupan gizi ilmu. Kalau mereka diberi uang maka satu jam, sehari atau seminggu lagi segera terkonsumsi. Jika ilmu yang disalurkan maka akan mengendap dalam alam pikiran mereka, memajukan cara berpikir mereka dan akhirnya merubah generasi penerus menjadi lebih hebat.

Pak Maman adalah guru yang mempunyai nasib sedikit beruntung. Karena bekerja di TK yang modern. Mereka menikmati gaji yang cukup dan bekal ilmu yang banyak dari tempat bekerja. Alhamdulillah, mereka bersedia padahal honornya kecil. Mereka mempunyai idealisme tinggi untuk pendidikan anak usia dini.

Diskusi itu berjalan dengan menarik, dinamis dan hangat. Salah satu kesimpulan dari diskusi itu adalah Acceptance atau Penerimaan adalah faktor kunci dalam keberhasilan pendidikan anak usia dini. Apapun kondisi anak harus diterima baik itu normal atau yang berkebutuhan. Apabila anak sudah dapat kita terima maka lebih mudah kita menghantarkan mereka kearah keberhasilan.

Pak Maman cerita bahwa ada seorang dosen memiliki anak perempuan yang bisu dan tuli. Bagaimana sedihnya sang dosen memikir masa depan sang buah hati? Kebetulan sang ayah adalah Dosen Psikologi. Dia lebih rasional memikirkan masa depan sang anak.

Sang dosen menemui Pak Maman. Sang dosen ingin mendidik anaknya sesuai dengan kondisi si anak. Anak harus bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi fisik dan mental. Sang dosen mendiskusikan dengan pak maman untuk menentukan sekolah mana yang cocok buat sang anak. Sang dosen menginginkan anaknya paling tidak menjadi mandiri.

Pak Maman ngomong ke sang dosen, “Anak anda tidak butuh sekolah pak, Ngapain dimasukkan sekolah?”. “Anak anda butuh penerimaan dari anda”, ujar pak maman. “Anak ini akan mencari sendiri gift yang ada di dalam dirinya”,  Pak Maman menambahi. “Kuatkan saja potensi yang ada didalam dirinya”,Pak Maman mengakhiri uraiannya.

Sang Dosen berusaha menerima apa adanya si buah hati. Sang buah hati didampingi dengan menguatkan segala sesuatu dalam pembentukan karakter si anak mulai psikomotorik halus, psikomotorik kasar, karakter, keberanian dan kemandirian. Anaknya dibantu dalam ‘Tumbuh-Kembang” sampai menemukan sesuatu yang dia senangi dan kuasai. Sang Dosen meyakini bahwa ini adalah The Best Gift From GOD.

Anak ini sudah beranjak dewasa. Anak ini telah menjadi “mesin uang” yang handal. Anak ini mempunyai “gift” dalam bidang desain. Desain yang dia buat sangat diminati dan dihargai dengan mahal. Suatu Hari, Klien ingin bertemu dengan sang desainer. Sang desainer adalah anak sang dosen yang bisu dan tuli. Sang dosen mengantarkan sang anak untuk bertemu denga klien sang anak.

Klien si anak kaget bukan kepalang, “Hmm, selama ini yang mendesain itu mbak”. Sang dosen menjawab dengan bangga, “ Iya pak, Anak saya yang bisu dan tuli”. Karena Sang Anak disapa oleh kliennya maka dengan percaya diri menjawab meskipun dengan segala keterbatasan dia. Uppss…...Ternyata.

Penerimaan atau Acceptance dari orang tua kepada sang anak menguatkan karakter si anak. Menurut perhitungan, Si anak akan menjadi beban orang tua di masa depan. Karena Acceptance dari orang tua. Anak ini malah membuat bangga sang orang tua. Padahal, Sang dosen mungkin hanya mengharapkan kemandirian dari si anak.

Pak Maman menekankan bahwa kita harus menerima kondisi anak kita apa adanya. Pak Luki, kawan pak luki yang ikut nimbrung diskusi, menambahi bahwa seorang guru juga harus menerima apa adanya kondisi murid. Acceptance  dari seorang guru kepada murid sangat berpengaruh psoitif. Anak yang susah diatur menjadi lebih mengerti aturan. Anak-anak menjadi dekat gurunya dan muridnya menjadi percaya diri.

Saya bisa mempercayai itu. Karena anak saya adalah murid pak Luki di TK. Anak saya yang speech delay menjadi gembira dan percaya diri bergaul dengan teman-temannya. Anak saya sudah bisa ngomong. Anak saya menemukan ketenangan, keberanian dan Percaya Diri. Teman-temannya yang semula bengal menjadi taat aturan meskipun masih tetap saja ramai.

Setiap anak telah diberi “gift” dari Allah SWT. Kita harus menerima apa adanya. Tugas kita hanya memperkuat mental mereka, psikomotorik kasar, psikomotorik halus dan kegemaran untuk belajar. Setiap orang tua dan guru bertanggung jawab untuk menghantarkan “tumbuh-kembang” anak sesuai dengan gift yang diberikan oleh Allah SWT.

Acceptance kita terhadap anak akan memperkuat karakter mereka. Sehingga mereka tidak ragu untuk mengembangkan diri sesuai dengan “gift” masing-masing.Ibaratnya adalah Telur yang diselubungi cangkang. Kita hanya membantu isi telur menjadi anak ayam dan menetas sendiri tanpa kita bantu memecahkan cangkangnya.

Agar telur itu cepat menetas maka harus kita panasi. Kita masukkan ke mesin penetas telur. Ayam induk di-“minta” unrtuk mengerami dan ditempatkan di tempat yang senyaman-nyamannya. Namun, kita tidak boleh memecahkan telur itu terlebih dahulu. Kita tidak ada hak memecah cangkang jika kita menginginkan seekor anak ayam. Kecuali, kita menginginkan sepiring Telor Mata Sapi.

Acceptance itu menguatkan si anak. Siapapun anak itu baik yang normal atau berkebutuhan. Kita cari pelan-pelan yang menjadi gift bagi si anak. Kita bisa melakukan tes sidik jari sampai konsultasi dengan psikolog atau dokter. Trial and error, Kita mengenalkan berbagai hal mulai permainan, buku sampai perlombaan.

Pak Maman menyatakan bahwa dalam proses trial and error tidak ada kalah-menang  atau salah-benar. Kalau si anak diajari namun lambat menguasai berarti memang bukan bakatnya disitu. Jika diajak lomba maka yang dicari adalah pengalaman. Semua itu adalah ikhtiyar mencari gift dari si anak.

Sore itu banyak ilmu yang saya serap. Ternyata, saya banyak melakukan kesalahan ke sang buah hatiku. Maafkan ayah ya nak. Ayah akan selalu belajar memahamimu. Engkau adalah anugerah sekaligus ujian buat ayahmu ini. Agar ayahmu menjadi manusia lebih baik.

 

 

 

 

 

Leave a comment

Zaki Setiawan

Let’s connect