Abi Tholib meninggal dunia masih dalam keadaan musyrik meskipun Rasulullah SAW sudah mendakwahi Abu Tholib. Abu Tholib memang tetap musyrik namun sama sekali tidak menghalangi dakwah Islam. Dia mendukung dakwah Islam bahkan dua anaknya menjadi Mujahid Islam.
Mereka adalah Ali bin Abi Tholib dan Ja’far bin Abi Tholib. Ali bin Abi Tholib sejak kecil sudah ikut Rasulullah SAW. Sehingga Ali menjadi Assabiqunal Awwalun (orang yang paling awal masuk Islam ) paling muda. Abu Tholib membiarkan Ali menjadi seorang Muslim.
Kakaknya yaitu Ja’far bin Abi Tholib sudah beristri dengan Asma binti Umais. Ja’far bin Abi Tholib masuk Islam beserta keluarganya atas ajakan Abu Bakar RA. Ja’far bin Abi Tholib menjadi muslim yang taat dan tabah. Pemuda Al Hasyimi ini bersama istrinya merasakan siksaan suku Quraisy. Sebagaimana yang dirasakan oleh muslimin yang lain. Keduanya bersabar atas siksaan ini. Karena menyadari bahwa jalan menuju surga dipenuhi dengan duri dan penuh dengan hal yang menyakitkan.
Sesuatu yang membuat jengkel dirasakan oleh Sahabat Rasulullah SAW yang lain. Suku Quraisy menghalangi muslimin melakukan ibadah sehingga menghalangi untuk merasakan lezatnya ibadah. Pada saat itulah Ja’far bin Abi Thalib meminta izin kepada Rasulullah saw untuk berhijrah bersama istri dan beberapa orang sahabat lainnya ke negeri Habasyah.
Rombongan kaum muhajirin pertama berangkat ke Habasyah, Ja’far bin Abi Thalib ikut di dalam rombongan tersebut. Mereka tinggal di sana dengan jaminan keamanan An-najasy yang merupakan pemimpin Habasyah yang dikenal adil dan shaleh. Akhirnya, mereka mendapatkan rasa aman sejak mereka masuk Islam dan merasakan nikmatnya ibadah tanpa ada yang mengganggu atau mengacau.
Begitu Quraisy mendengar kabar ini, mereka segera mengirimkan dua orang yang paling gagah diantara mereka kepada An-Najasy. Keduanya adalah: Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Mereka berdua membawa hadiah yang akan diberikan kepada An-najasy dan para pemuka agama disana. Hadiah tersebut adalah barang-barang yang disukai oleh penduduk Habasyah.
Suku Quraisy juga berpesan kepada kedua utusan ini agar memberikan hadiah kepada para pemuka agama terlebih dahulu sebelum mereka menghadap An-najasy untuk membicarakan urusan muslimin. Begitu keduanya tiba di Habasyah maka mereka menemui para pemuka agama dan memberikan kepada masing-masing pemuka agama yaitu hadiah. Tidak ada seorang pun dari para pemuka agama yang tidak mendapatkan hadiah dari keduanya.
Singkat cerita, Raja An-Najasy memanggil kaum muslimin sampai dua kali. Karena Sang Raja tidak ingin mengusir mereka sebelum mengetahui alasannya. Kaum Muslimin mengangkat Ja’far Bin Abi Tholib sebagai Juru bicara.
Ja’far bin Abi Tholib sungguh menguasai diplomasi. Ja’far menjelaskan dengan jelas dan urut tentang Islam kepada RajaAn-najasy. Kaum muslimin dipanggil Raja An-najasy sampai dua kali. Berikut petikan penjelasan Ja’far Bin Abi Tholib. Kisah ini berasal dari Ummu Salamah :
Hari 1
Raja An-najasy mengutus seseorang untuk memanggil kami untuk menghadapnya. kami berkumpul sebentar sebelum berangkat menghadapnya. Sebagian dari kami ada yang berkata: “Raja akan menanyakan agama kalian,maka katakanlah terus terang apa yang kalian anut. Biarkan yang menjadi jurubicaranya adalah Ja’far bin Abi Thalib, dan jangan ada yang bicara selainnya.”
Kemudian kami berangkat untuk menghadap An-najasy dan kami dapati bahwa ia juga telah mengundang para pemuka agama.Mereka semua duduk di samping kanan dankiri An-najasy. Mereka semua mengenakan Tayalisah dan menghiasi kepala mereka dengan peci. Mereka pun tak lupa membuka kitab dihadapan mereka. Kami juga melihat ada Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah di dekat raja.Begitu kami sudah ada di majlis, An-najasy melihat ke arah kami dan bertanya:
“Apakah agama yang baru kalian anut sehingga kalian meninggalkan agama kaum kalian juga tidak membuat kalian masuk ke dalam agamaku, juga tidak masuk suatu agama pun yang diketahui manusia?”
Lalu majulah beberapa langkah ke arah An-najasy,
seseorang yang bernama Ja’far bin Abi Thalib yang berkata:
“Wahai raja, Kami dulunya adalah kaum jahiliah yang menyembah berhala dan memakan bangkai. Kami melakukan perbuatan keji dan memutuskan tali silaturahmi. Kami adalah kaum yang suka mengganggu tetangga. Yang kuat diantara kami akan memangsa mereka yang lemah. Kami hidup terus-menerus seperti itu sehingga Allah SWT mengutus seorang Rasul kepada kami yang kami kenal nasab, kejujuran, amanah dan harga dirinya… Ia mengajak kami untuk kembali ke jalan Allah. Agar kami mau mengesakan dan menyembah-Nya dan meninggalkan apa yang pernah kami dan kakek moyang kami sembah selain Allahdari bebatuan dan berhala… Rasul ini memerintahkan kami untuk berkata jujur dan menunaikan amanat. Ia juga menyuruh kami untuk menghubungkan silaturahmi dan bertetangga dengan baik. Menolak diri dari perbuatan haram dan pertumpahan darah. Ia juga melarang kami untuk mengerjakan perbuatan keji dan ucapan dosa.Memakan harta anak yatim dan menuduh wanita yang terhormat. Rasul tadi memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah Swt dan agar kami tidak melakukan kemusyrikan terhadap-Nya. Kami juga diperintahkan untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa Ramadhan… kami meyakininya dan kami beriman kepadanya. Kami mengikuti Rasul tadi dengan apa yang diwahyukan kepadanya dari sisi Allah. Maka kami menjalankan apa yang halal, dan kami menolak apa yang haram. Maka tidak ada lain yang dilakukan oleh kaum kami sendiri kecuali melakukan penyiksaan terhadap kami. Mereka menyiksa kami dengan begitu sadis agar mereka dapat menguji kesetiaan kami kepada agama ini dan mengembalikan kami kepada penyembahan berhala. Saat mereka semakin aniaya dan menindas kami. Mereka juga mempersempit ruang gerak kami. Mereka juga menghalangi kami untuk melakukan ibadah agama ini. Maka kami pun keluar dari tanah air menuju negeri mu, dan kami berharap perlindunganmu serta tidak akan dianiaya di bawah kekuasaanmu.”
An-najasy melihat Ja’far bin Abi Thalib dan bertanya:
“Apakah ada yang kalian bawa dari apa yang disampaikan oleh Nabi kalian dari sisi Allah?”
Ja’far menjawab: “Ya.”
An-najasy berkata:
“Bacakanlah kepadaku!”
Maka Ja’far pun membacakan:
“Kaaf Haa Yaa ‘Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah)penjelasan tetang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakariya. Yaitu tatkala ia berdo’a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata:”Ya Tuhanku,sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalalu telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada Engkau, ya Tuhanku…” (QS. Maryam [19]:1-4) sehingga Ja’far membaca hingga bagian tertentu dari surat tersebut.
Maka menangislah An-najasy sehingga janggutnya basah oleh air mata serta para pemuka agama juga menangis sehingga kitab-kitab merekapun basah dibuatnya.Mereka semua menangis begitu mendengarkan Kalamullah ini. Pada saat itulah An-najasy berkata kepada kami:
“Apa yang dibawa oleh Nabi kalian dan apa yang telah dibawa oleh Isa adalah berasal dari sumber cahaya yang sama!”
Kemudian An-najasy menoleh ke arah Amr dan sahabatnya lalu berkata kepada mereka berdua:
“Pergilah kalian berdua! Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua untuk selamanya!”
Begitu kami keluar dari ruangan An Najasy, Amr bin Ash berkata kepada sahabatnya dengan mengancam kami,
“DemiAllah, aku akan datang kepada Raja esok hari. Aku akan menceritakan kepadanya tentang mereka yang dapat menimbulkan kebencian raja kepada mereka. Aku akan membuat raja membabat mereka dari akarnya!”
Maka berkatalah Abdullah bin Abi Rabi’ah kepadanya:
“Jangan kau lakukan itu, wahai Amr! Mereka semua berasal dari keluarga kita, meskipun mereka saat ini telah meninggalkan kita!”
Amr menjawab:
“Tidak usah ikut campur! Demi Allah, aku akan menceritakan kepada raja apa yang dapat membuat mereka semua resah. Demi Allah,aku akan menceritakannya kepada raja bahwa mereka menganggap bahwa Isa bin Maryam adalah seorang hamba!!!”
Hari 2
Keesokan harinya, datanglah Amr menghadap Raja An-najasy dan berkata kepadanya:
“Wahai raja, orang-orang yang engkau beri perlindungan itu mengatakan suatu perkataan keji tentang Isa bin Maryam. Kalau tidak percaya, panggilah mereka dan tanyakan sendiri apa yang mereka katakan terhadap Isa bin Maryam!”
Begitu kami mengetahui hal ini, kami merasa amat khawatir dan kami belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, Sebagian kami berkata:
“Apa yang kalian katakan tentang Isa bin Maryam jika raja menanyakannya?”
Kami pun menjawab:
“Demi Allah, kami tidak akan menjawab kecuali seperti apa yang telah Allah firmankan. Kami tidak akan keluar dari perintah-Nya meski hanya seujung jari sebagaimana yang telah disampaikan oleh Nabi kita. Meski apapun yang menjadi konsekuensinya!”
Kemudian kami sepakat bahwa yang akan menjadi jurubicaranya adalah Ja’far bin Abi Thalib. Begitu An-najasy memanggil, maka kami pun datang menghadapnya, lalu kami melihat adanya beberapa orang pemuka agama dengan pakaian seperti yang telah kami lihat sebelumnya. Kami juga melihat Amr bin Ash dan sahabatnya berada di dekat raja.
Begitu kami tiba di hadapannya, An-najasy bertanya:
“Apa yang kalian katakan tentang Isa bin Maryam?”
Ja’far bin Abi Thalib mengatakan:
“Kami mengatakan tentang Isa bin Maryam sebagaimana yang disampaikan kepada Nabi kami!”
An-najasy bertanya:
“Apa pendapat Nabi kalian tentang Isa bin Maryam?”
Ja’far pun menjawab:
“Nabi berkata tentang Isa bahwa dia adalah hamba Allah sekaligus Rasul-Nya. Ia juga ruh dan kalimat Allah yang diberikan pada diri Maryam yang suci dan perawan.”
Begitu An-najasy mendengar ucapan Ja’far ia langsung memukul tanah dengan tangannya dan berkata:
“Demi Allah, Isa bin Maryam tidak keluar dari apa yang diceritakan oleh Nabi kalian meski seujung rambut!”
Maka para pemuka agama menghembuskan nafas keras dari hidung mereka pertanda tidak setuju begitu mereka mendengar ucapan An Najasy.
An-najasy berkata:
“Meski kalian menghembuskan nafas dengan kesal!”
Kemudian An-najasy menoleh dan berkata:
“Keluarlah, kalian semua aman! Siapa yang mencaci kalian akan terkena denda. Siapa yang menyerang kalian akan dihukum! Demi Allah aku tidak lebih menyukai apabila aku mendapatkan segunung emas daripada salah seorang dari kalian diganggu!
Kemudian An-najasy melihat ke arah Amr dan sahabatnya
sambil berkata:
“Kembalikan hadiah kedua orang ini, aku tidak membutuhkannya!”
Maka keluarlah Amr dan sahabatnya dengan putus asa dan merasa kesal… sedangkan kami terus tinggal di wilayah An-najasy di wilayah yang paling baik dan perlindungan yang paling mulia.
Ja’far bersama istrinya menghabiskan 10 tahun dalam perlindungan keamanan An-najasy. Pada tahun 7 H, mereka berdua meninggalkan negeri Habasyah bersama rombongan kaum muslimin lainnya untuk berhijrah ke Yatsrib. Saat mereka tiba di sana, Rasulullah Saw baru saja kembali dari Khaibar, setelah Allah menaklukan daerah tersebut untuk Rasululllah SAW.
Sumber :
https://muslimah.or.id/10337-jafar-bin-abi-thalib-sang-politisi-terkenal.html
http://forsia.lk.ipb.ac.id/2015/02/23/siroh-jafar-bin-abi-thalib-versi-ringkasan-lengkap/
https://buletinmitsal.wordpress.com/sosok/ja%E2%80%99far-bin-abu-thalib/
https://kisahmuslim.com/2071-jafar-bin-abi-thalib.html
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/02/lpb0jd-kisah-sahabat-nabi-jafar-bin-abu-thalib-si-burung-surga